Selasa, 18 Juni 2013

HUKUM MANDUL DI NEGERI HUKUM

HUKUM MANDUL DI NEGERI HUKUM
Oleh : Arifin Ma'ruf (Mahasiswa Fakultas Syari'ah Dan Hukum Uin Sunan Kalijaga)

Bila kita mencermati hukum yang ada di Indonesia saat ini sangatlah suram. Hal tersebut
terlihat dari wajah hukum yang merupakan implikasi dari kondisi penegakan hukum (law
enforcement) yang lemah. Kalau kita melihat teori laurin friedsmen bahwa jika ingin menegakkan
hukum itu harus melihat tiga aspek, yaitu substantion of law atau instrumen hukum atau bisa
disebut legalitas hukum, struktur of law atau penegak hukum dan cultur of law atau budaya hukum,
kalau kita lihat dari substansi hukum yang ada di indonesia ini semua sudah ada dalam legalitas di
indonsia baik yang mengatur tentang ham sampai yang mengatur tentang pertanahan dll., Akan
tetapi yang lemah di indonesia dan menjadi permasalahanya adalah terkait dengan struktur of law
atau aparat penegak hukum, penegakan hukum yang tidak tegas, korup, dan praktik-praktik
penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia peradilan, proses peradilan yang
diskriminatif, jual beli putusan hakim, atau kolusi Polisi, Hakim, Advokat dan Jaksa dalam
perekayasaan proses peradilan merupakan realitas sehari-hari yang dapat ditemukan dalam
penegakan hukum di negeri ini, Sangat dilematis ketika melihat kondisi yang seperti ini terjadi di
indonesia, aparat penegak hukum yang seharusnya mengayomi masyarakat malah ribut sendiri,
contohya saling menyalahkan antara badan anggaran dan komisi tiga terkait dengan kasus korupsi
simulator sim, penegak hukum kita saling lempar tanggung jawab satu sama lain., Polisi dan TNI
yang saling serang semakin menunjukkan arogansi penegak hukum kita yang cenderung
mengajarkan pada anarkisme.
Banyak kasus di negri ini, Bila ada yang lantang didalam sistem melakukan koreksi dan
mengungkap kebenaran maka yang lain akan mulai menasehati dengan berbagai cara agar tutup
mulut dan tidak membongkar aib yang telah komunal atau kelompok dilakukan, bahkan kita
mengetahui beberpa orang telah menjadi korban karena pengakuannya di sidang hukum dengan
alasan yang salah tetap salah dan yang belum ketauan tetap gelap dan tentunya tanpa bukti yang
memadai.
Hukum bisa dipermainkan untuk membela orang berduit (cenderung menjadi senjata dan
menjadi perisai dalam menjalankan aksinya ) dan menghajar orang miskin, bila sudah menyangkut
pembesar negara dan partai politik hukum itu menjadi mandul, padahal dalam UUD 1945 pasal 27
ayat 1 disebutkan bahwa “ Segala warga negara bersamaan kedudukanya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”
dari pasal tersebut sudah jelas bahwa kesamaan didepan hukum atau biasa disebut equality before
the law sangat di junjung tinggi dalam hukum kita, akan tetapi sangat disayangkan ketika hukum
yang di gembar gemborkan dinegri ini agar menjadi panglima tertinggi atau supremasi hukum,
hasilnya menjadi alat untuk menyerang dan perisai bagi yang bersalah dan hasilnya para pelaku
kejahatan kaum elit akan selalu selamat dan lolos dari jerat hukum (sekarang jerat hukum sudah
seperti jala yang koyak bagi nelayan )., dan praktisi hukum menjadi makmur karena memenangkan
kasus para orang berduit.
Tapi ironisnya hukum mejadi preman di negri kita , dan menjadi banci ketika kita memiliki
masalah di negri orang lain, Jarang ada kasus di negri orang kita memenangkan kasusnya termasuk
rebutan daerah teritorial bangsa dengan negara Malaysia. begitu pihak Kita ketemu pengadilan
internasional DenHag langsung ciut nyali malah stress belanja dari belanja para delegasi kita dan
tentu saja kepulauan tersebut langsung di klaim malaysia.
Selanjutnya adalah Cultur of law, atau budaya hukum itu sendiri, budaya hukum sangat
mempengaruhi baik buruknya suatu hukum, ketika suatu masyarakat tinggi kesadaran hukumnya
maka akan adanya Balance atau keseimbangan antara law in book dan law in action, jadi ketika
sudah adanya Balance maka law enforcement atau penegkan hukum itu sendiri bisa terlaksana.,
contohnya adalah semakin dijauhinya sikap Eigenrichting atau main hakim sendiri oleh masyarakat
karena semakin percayanya masyarakat terhadap hukum.
Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah bagaimana untuk mencapai tujuan hukum itu
sendiri?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut sebenarnya ada teori machveli yang meneankan bahwa untuk
mencapai tujuan hukum itu bisa dilakukan denan cara apa saja, akan tetapi menurut saya ini adalah
toeri sesat, karena dalam mencapai tujuan itu bisa dilakukan dengan ara ara yang baik, dan juga
menjunjung tinggi hak asasi manusia, sesuai dengan jiwa pancasila yang ada di indunesia, akan
tetapi ada yang perlu dibenahi di indonesia, hal tersebut antaa lain :
1. Recruitmen Politik.
Dalam disertasi Prof. Mahfud MD dijelaskan bahwa Hukum itu adalah produk politik, jadi
ketika politiknya baik, maka produk hukum yang dihasilkanya pun baik, dan sebaliknya pula
ketika politiknya buruk maka produk hukum yang dihasilkanyapun juga akan buruk
contohnya jual beli pasal dsb, dari sini kita bisa menarik benang merah bahwa politik itu
bisa mempengaruhi baik ataupun buruknya suatu hukum, nah bagaimana kita bisa memulai
politik yang baik tersebut?, untuk memulai politik yang baik adalah dengan recruitmen
politik yang bersih, banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari hari praktik praktik suap
menyuap ketika ingin menjadi dukuh, lurah, bupati, gubernur, DPR, dsb., sangat sering kita
jumpai dan bahkan bisa dikatakan praktik praktik semacam itu sudah mendarah daging di
negeri ini, itu semua adalah wujud dan wajah indonesia yang sebenarnya, karena bukan
hanya pejabat negara saja yang “korup” masyarakatnya pun “korup” , nah ketika berbicara
kenapa keadilan sulit terwujud maka untuk mewujudkan hal tersebut tentu saja keadilan itu
ada di dalam hati nurani masyarakat, karena masyarakatlah yang menentukan makmur atau
hancurnya bangsa indonesia, ketika pejabat atau aparatur negara itu bersih maka itu
perwujudan masyarakat yang bersih pula, dan ketika aparatur negara itu korup maka itu
perwujudan dari masyarakat yang korup pula.
2. Strong Leadership
Untuk menata birokrasi kita saat ini maka dibutuhkan Pemimpin yang kuat, tegas, jujur,
bersih dan tidak Otoriter, pemimpin itu termasuk salah satu tonggak yang menentukan
kemajuan bangsa ini,.
terkait dengan hal tersebut ada sebuah teori sosiologi, yaitu teori strukturasi Antoni Gilden,
dalam teori ini menjelaskan harus adanya korelasi antara Instrumen hukum dan aparat penegak
hukum, ketika hal tersebut sudah terkorelasi maka untuk mencapai tujuan hukum itu bisa dicapai.